INFO BANYUMAS - Dalam beberapa bulan terakhir, media dan sejumlah instansi daerah melaporkan lonjakan permohonan perceraian di kalangan guru yang baru diangkat sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Fenomena ini menarik perhatian publik karena peningkatannya yang signifikan dibandingkan periode sebelumnya, terutama di sektor pendidikan yang identik dengan stabilitas dan keteladanan sosial.
Contoh nyata datang dari Kabupaten Blitar. Dalam enam bulan pertama tahun 2025, puluhan guru PPPK tercatat mengajukan izin cerai, angka yang melampaui total kasus pada tahun sebelumnya. Pola serupa juga tampak di sejumlah daerah lain, termasuk Banyumas, di mana laporan pengadilan agama menunjukkan peningkatan perkara cerai gugat dari kalangan guru muda yang baru menerima SK pengangkatan.
Fenomena ini semakin ramai dibicarakan setelah viralnya video dari Aceh Singkil yang memperlihatkan seorang istri meninggalkan rumah bersama anak-anaknya usai suaminya menerima SK PPPK. Unggahan itu memicu diskusi luas di media sosial, karena dianggap mencerminkan perubahan sosial baru di kalangan ASN muda, di mana perubahan status ekonomi dan sosial ternyata dapat berimplikasi langsung pada kehidupan rumah tangga.
Pertanyaannya: mengapa pengangkatan menjadi PPPK justru beriringan dengan meningkatnya angka perceraian? Para pakar sosial dan akademisi menyebut sejumlah faktor. Peningkatan kemandirian ekonomi, perubahan peran sosial, dan keberanian untuk mengambil keputusan yang sebelumnya tertahan menjadi kunci utama. Bagi sebagian perempuan, status ASN kontrak memberi ruang untuk keluar dari relasi yang tidak sehat, setelah sekian lama bergantung secara ekonomi pada pasangan.
Namun, status PPPK bukanlah penyebab tunggal. Kasus-kasus perceraian umumnya berakar dari masalah rumah tangga yang sudah lama ada, seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), ketidaksetiaan, atau ketimpangan tanggung jawab ekonomi. Pengangkatan justru menjadi “pemantik” bagi keputusan yang tertunda. Dengan kata lain, lonjakan angka perceraian lebih menggambarkan terbukanya ruang keberanian mengambil langkah hukum dibanding munculnya konflik baru.
Dari sisi hukum kepegawaian, ASN dan PPPK diatur oleh peraturan yang mewajibkan izin atau pemberitahuan sebelum bercerai. Namun, implementasi aturan tersebut seringkali berbeda antarinstansi. Beberapa pejabat pembina kepegawaian di daerah mengaku kesulitan mengimbangi jumlah permohonan izin cerai yang melonjak, terutama dari guru perempuan. Ini menandakan bahwa dukungan administratif dan konseling bagi pegawai belum sepenuhnya siap menghadapi fenomena baru ini.
Dampak sosialnya pun signifikan. Perceraian tidak hanya memengaruhi stabilitas emosional guru, tetapi juga berdampak pada anak-anak dan lingkungan sekolah. Sejumlah kepala sekolah di Banyumas melaporkan adanya penurunan fokus kerja pada guru yang tengah berproses perceraian, terutama saat berhadapan dengan birokrasi pengadilan dan adaptasi pasca putusan.
Narasi publik yang berkembang di media sosial seringkali menyederhanakan isu ini, seolah-olah “jadi PPPK lalu cerai.” Padahal, realitasnya jauh lebih kompleks. Kajian kualitatif menunjukkan adanya interaksi dinamis antara faktor ekonomi, gender, budaya, dan akses terhadap layanan sosial. Ketika seseorang memiliki posisi tawar yang meningkat, keputusan untuk mengakhiri hubungan yang tidak seimbang menjadi lebih mungkin dilakukan.
Dari sudut pandang gender, fenomena ini menandai perubahan peran perempuan dalam keluarga ASN. Status PPPK memberi legitimasi ekonomi dan sosial, yang kerap menggeser pola dominasi tradisional dalam rumah tangga. Sebagian pihak menganggap ini sebagai bentuk “pembebasan,” tetapi bagi sebagian lainnya, justru memunculkan gesekan baru ketika pasangan tidak siap menyesuaikan diri dengan relasi yang lebih setara.
Dalam konteks kebijakan publik, pendekatan multi-sektor sangat dibutuhkan. Pertama, dinas pendidikan dan BKPSDM perlu memperkuat prosedur administratif dan etika komunikasi seputar izin perceraian agar tidak menimbulkan stigma. Kedua, penyediaan layanan konseling keluarga bagi PPPK baru harus diprioritaskan. Ketiga, pendidikan pranikah dan literasi keluarga (termasuk manajemen keuangan dan komunikasi rumah tangga) wajib menjadi bagian dari pembekalan ASN baru.
Di tingkat sekolah, peran kepala sekolah, pengawas, dan organisasi profesi seperti PGRI menjadi krusial dalam membangun budaya empati dan dukungan sosial bagi guru yang menghadapi masalah rumah tangga. Pelatihan pengelolaan konflik, sesi konseling reflektif, serta ruang aman (safe space) bagi guru dapat membantu menurunkan angka perceraian akibat tekanan emosional.
Bagi kalangan akademik, fenomena ini membuka ruang penelitian baru tentang hubungan antara perubahan status pekerjaan dan dinamika keluarga. Transisi dari status honorer ke PPPK bukan hanya peningkatan ekonomi, tetapi juga perubahan identitas sosial yang memengaruhi cara seseorang memaknai relasi, kemandirian, dan harga diri.
Melonjaknya angka perceraian di kalangan guru pasca diangkat PPPK adalah fenomena sosial multidimensional. Ia bukan sekadar dampak dari SK pengangkatan, melainkan refleksi dari perubahan besar dalam struktur sosial-ekonomi masyarakat kita. Menyikapinya dengan empati dan kebijakan yang berpihak pada kesejahteraan keluarga ASN menjadi langkah penting agar setiap keberhasilan karier tidak justru mengorbankan keharmonisan rumah tangga.
Sumber Rujukan:
- Viva Banyumas. (2025, 20 Oktober). Istri Tinggalkan Rumah Setelah Suami Lulus PPPK, Viral di Media Sosial. Diakses dari banyumas.viva.co.id.
- Kompas.com. (2025, 10 Juni). Lonjakan Perceraian ASN Guru PPPK di Sejumlah Daerah.
- Republika.co.id. (2025, 15 Mei). Fenomena Cerai ASN Muda: Antara Status Sosial dan Dinamika Rumah Tangga.
- BPS Kabupaten Banyumas. (2025). Data Perkara Perceraian Berdasarkan Pekerjaan 2024–2025.
- Badan Kepegawaian Negara (BKN). (2024). Peraturan Tentang Perkawinan dan Perceraian ASN dan PPPK.
- Zulfahmi, Dr. (2025). Kajian Psikologi Sosial atas Fenomena Perceraian ASN Muda di Aceh. Universitas Syiah Kuala.
- Tempo.co. (2025, 18 Juli). Guru PPPK Gugat Cerai: Antara Kemandirian dan Ketimpangan Peran Gender.
- Kementerian PANRB. (2023). Pedoman Manajemen ASN dan PPPK.
- BKPSDM Banyumas. (2025). Laporan Tahunan Disiplin dan Etika Kepegawaian.
- BP4 Nasional. (2024). Peran Konseling Keluarga dalam Menekan Angka Perceraian ASN.


إرسال تعليق