Pemberdayaan Masyarakat Desa Pulus melalui Maggot sebagai Solusi Pengolahan Sampah Organik

SUKOHARJO, INFO BANYUMAS || Pemberdayaan masyarakat Desa Pulus melalui budidaya maggot telah menjadi inovasi baru dalam pengelolaan sampah organik sekaligus meningkatkan kesejahteraan lingkungan, Selasa, (21/01/2025). Hal tersebut dilakukan oleh Kelompok Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) tahun 2025.


Program tersebut digagas oleh sekelompok akademisi dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu, dengan tujuan menciptakan sistem pengolahan limbah yang lebih efisien dan ramah lingkungan.


Limbah organik yang berasal dari hasil panen salak selama ini menjadi permasalahan utama bagi warga Desa Pulus. Sampah yang tidak terkelola dengan baik menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti pencemaran lingkungan dan peningkatan risiko kesehatan. 



Melalui program tersebut, warga diperkenalkan pada manfaat maggot dari Black Soldier Fly (BSF) dalam mengurai limbah organik secara cepat dan menghasilkan produk bernilai ekonomi.


"Kami ingin memberikan solusi praktis bagi masyarakat dalam menangani limbah organik. Maggot tidak hanya membantu mengurai sampah tetapi juga bisa menjadi sumber pendapatan tambahan," ujar Dwi Nofita Sari, salah satu penggagas program.


Program tersebut dilaksanakan melalui beberapa tahapan, mulai dari sosialisasi, edukasi, hingga praktik budidaya maggot. Pada tahap awal, masyarakat diberikan pemahaman mengenai pentingnya pengelolaan sampah berbasis maggot. Pelatihan yang dilaksanakn mencakup siklus hidup maggot, cara budidaya, serta pemanfaatannya sebagai pakan ternak dan pupuk organik.


Aulia Syarofah Nashiroh, salah satu anggota tim, menambahkan bahwa program tersebut juga bertujuan untuk mengubah pola pikir masyarakat tentang pengelolaan sampah. 


"Kami melihat ada potensi besar di Desa Pulus untuk menerapkan teknologi ini secara berkelanjutan," katanya.


Antusiasme masyarakat cukup tinggi dalam mengikuti pelatihan. Faizal Noor Akbarudin, salah satu pelatih, menjelaskan bahwa warga mulai memahami manfaat budidaya maggot dan menunjukkan ketertarikan untuk mengembangkan usaha ini. 



"Kami berharap program ini dapat menjadi model percontohan bagi desa-desa lain yang menghadapi permasalahan serupa," ungkapnya.


Salah satu warga, Sukirman, mengungkapkan bahwa dirinya semula ragu terhadap manfaat maggot. Namun, setelah mengikuti pelatihan, ia menyadari bahwa budidaya maggot tidak hanya membantu mengurangi sampah tetapi juga memberikan peluang ekonomi baru. 


"Saya tertarik mencoba karena ternyata tidak sulit dan bisa menjadi tambahan penghasilan," katanya.


Program pelatihan budidaya maggot juga mendapat dukungan dari pemerintah desa yang melihat potensi besar dalam pengembangan maggot sebagai solusi jangka panjang. Kepala Desa Pulus, Suharto, menyatakan komitmennya untuk mendukung warga yang ingin menjalankan budidaya maggot secara mandiri. 


"Kami akan mengalokasikan dana desa untuk mendukung program ini agar dapat berkelanjutan," ujarnya.


Pelatihan budidaya maggot juga mencakup aspek teknis seperti cara memelihara maggot, pengolahan limbah organik, dan pemasaran produk hasil budidaya. 


Tim fasilitator dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto turut mendampingi warga dalam setiap tahapan agar mereka bisa menjalankan proses ini secara mandiri.


Selain aspek lingkungan, program pelatihan budidaya maggot juga berdampak pada peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya keberlanjutan. 


"Kami berharap warga bisa melihat sampah bukan sebagai masalah, tetapi sebagai peluang yang bisa dimanfaatkan," ujar Catur Roufi Hidayat, salah satu anggota tim.


Evaluasi awal menunjukkan hasil yang positif. Dalam beberapa minggu, warga berhasil mengurangi jumlah limbah organik yang dibuang ke lingkungan dan mulai memanfaatkan maggot sebagai sumber pakan ternak. 


Asti Chaliana Apriliani Vira Primadita, salah satu peneliti, mengungkapkan bahwa keberhasilan ini menjadi langkah awal menuju pengelolaan limbah yang lebih baik di desa tersebut.


Meski begitu, masih ada tantangan yang harus dihadapi, seperti ketersediaan bahan baku dan konsistensi dalam menjalankan budidaya maggot. Namun, dengan pendampingan yang terus dilakukan, diharapkan warga bisa mengatasi kendala tersebut dan menjalankan usaha ini secara berkelanjutan.


"Kami optimis bahwa dengan kerja sama yang baik antara akademisi, pemerintah desa, dan masyarakat, program ini bisa berjalan dengan sukses," kata Fariz Maulana Rizki, anggota tim lainnya.


Di masa depan, program pelatihan budidaya maggot berpotensi untuk diperluas dengan memperkenalkan teknologi tambahan dalam pengolahan limbah dan pengolahan hasil maggot menjadi produk bernilai jual tinggi. 


Ahmad Dawam, salah satu tim inovator, menuturkan bahwa langkah selanjutnya adalah membangun sistem pemasaran yang lebih baik agar hasil budidaya maggot bisa memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar bagi warga.


Dengan keberhasilan yang ada, Desa Pulus diharapkan bisa menjadi contoh bagi desa-desa lain yang ingin mengelola limbah organik secara lebih efektif dan berkelanjutan. 


"Kami ingin Desa Pulus menjadi desa percontohan dalam pengelolaan sampah berbasis maggot, sehingga manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat luas," tutup Rindi Setyani, anggota tim program. 


Kontributor: Oktriana Nisfu Sahbani (Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan UMP)

Editor: Tim Redaksi Info Banyumas

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama